Keadilan Sosial sebagai Manifestasi Keberagaman Gender


Oleh: Umar Mukhtar
Permasalahan gender merupakan isu yang sejak lama mengiringi kehidupan masyarakat, sebagian kalangan menganggap isu gender merupakan sesuatu yang tabu dan sensitif untuk diperbincangkan. Hal tersebut terjadi karena pemahaman yang tidak sejalan pada kalangan masyarakat dalam memahami gender. Maka setidaknya ada tiga permasalahan pokok terkait gender yang penulis utarakan. Pertama, definisi secara komprehensif menunjukkan bahwa gender berbeda dengan seksualitas (jenis kelamin). Konsep seksualitas mengarah pada kodrat manusia berdasarkan aspek biologis, dimana laki-laki dan perempuan memiliki ciri dan identitas pribadi mereka yang kemudian menjadi pembeda dalam hal jenis kelamin diantara keduanya dan itu tidak dapat ditukar (kodrat). Sementara konsep gender lebih mengarah pada sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan dan dikonstruksi oleh sosial kultural. Dalam tatanan sosio kultur masyarakat saat ini, yang terkonstruk adalah bahwa laki-laki merupakan sosok yang tangguh, keras, rasional, dan sebagainya. Sementara perempuan merupakan sosok yang lemah lembut, emosional, perasa, dan sebagainya. Sebetulnya sifat-sifat demikian itu merupakan pengaruh konstruksi lingkungan melalui proses yang memakan waktu sangat panjang sehingga banyak diantara kalangan yang menganggap itu adalah kodrat yang mengiringi sifat biologis manusia. Padahal tidak selalu laki-laki itu bersifat maskulin dan perempuan bersifat feminin, keduanya bisa saja bertukar tergantung pada lingkungannya.
Kedua, dalam beberapa kasus yang terjadi, berawal dari gagal paham terhadap konsep gender dan seksualitas tidak jarang menimbulkan ketidakadilan sosial di masyarakat. Pada umumnya ketidakadilan gender tersebut banyak terjadi pada kaum perempuan, namun terkadang juga dialami oleh laki-laki. Dari kasus-kasus yang terjadi kemudian memunculkan sikap dikriminatif terhadap satu kaum dan menimbulkan kesenjangan sosial akibat isu gender. Ketiga, akibat ketidakadilan yang terjadi, ada upaya yang dilakukan oleh aktivis pejuang gender untuk melakukan upaya tranformasi gender (bukan transgender), namun menuai banyak tentangan dari kalangan yang menolaknya. Padahal upaya transformasi gender bukan berarti upaya merubah perempuan menjadi laki-laki atau sebaliknya, melainkan mendorong untuk penguatan peran gender (gender role) berdasarkan asas kesetaraan dan keadilan. Berbagai penolakan yang terjadi lagi-lagi diakibatkan oleh kegagalan dalam memahami isu yang terjadi. Karena sekali lagi, transformasi gender bukanlah upaya merubah perempuan menjadi laki-laki secara fisik ataupun penampilan dan sebaliknya. Artinya, jika seorang perempuan yang secara biologis dapat hamil, melahirkan, menyusui dan kemudian mempunyai peran gender sebagai perawat, pengasuh dan pendidik anaknya maka hal itu tidak perlu dipermasalahkan, pernyataan tersebut juga ditegaskan oleh Mansour Fakih dalam Analisis Gender-nya. Namun akan menjadi lain cerita jika dengan atas nama gender kemudian timbul ketidakadilan sosial, maka inilah yang harus diperjuangkan untuk dilakukan upaya pembenahan, yaitu membebaskan perempuan dan laki-laki dari sistem dan struktur yang tidak adil.
Menghadapi tiga permasalahan pokok tersebut penulis memandang perlu adanya upaya dalam rangka menegakkan keadilan dan mencegah konflik sosial akibat perdebatan panjang perihal gender dikalangan masyarakat. Pembiaran merebaknya perdebatan terhadap konsep gender berarti menyimpan bom waktu yang lambat laun akan meledakkan konflik sosial yang berakibat pada terjadinya perpecahan dan ketidakadilan. Mansour Fakih menjabarkan beberapa bentuk manifestasi ketidakadilan gender, yang kebanyakan dialami oleh kaum perempuan, diantaranya marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinari atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Maka untuk itu beliau menawarkan dua strategi utama, yakni: pertama, mengintegrasikan gender kedalam seluruh kebijakan dan program berbagai organisasi dan lembaga pendidikan, dan kedua, strategi advokasi.
Penulis sendiri beranggapan bahwa perlu adanya upaya rekonstruksi pemikiran masyarakat terkait konsep gender. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan sosio kultural dan keagamaan. Dalam hal ini pendekatan agama dinilai sangat penting karena struktur masyarakat Indonesia pada umumnya meyakini agamanya sebagai pedoman hidup mereka sehingga akan memberi banyak pengaruh dalam pemahaman masyarakat. Persoalannya adalah bahwa agama justru terkadang dijadikan dalil untuk melakukan diskriminasi dengan menciptakan klasifikasi atau kasta dengan berdasarkan gender, padahal kedudukan manusia dihadapan Tuhan-nya adalah setara, hanya tingkat ketaatannya lah yang menjadi pembeda. Maka kehadiran agama ditengah-tengah masyarakat sesungguhnya menciptakan kesetaraan dan keadilan bagi umatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga keberagaman gender bukanlah suatu permasalahan pelik selama keadilan dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sosial masyarakat.

Belum ada Komentar untuk "Keadilan Sosial sebagai Manifestasi Keberagaman Gender"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel